Kamis, 07 Juni 2012

[FANFICTION] We Met because of Fate (Part 3)


Main Cast:
- Kiseop 'U-KISS'
- Chemi 'C-REAL'

*** 

            Pagi yang cerah. Mentari bersinar hangat. Angin bertiup semilir. Pagi yang menyenangkan. Tapi, Chemi merasa tidak bersemangat hari ini. Saat ini dia sedang berjalan menuju halte bus. Hari ini jadwalnya kuliah. Hari dia bisa bertemu dengan teman-temannya di kampus. Membicarakan tugas-tugas yang harus dikumpulkan dalam waktu dekat. Membicarakan banyak hal yang menjadi favoritnya selama ini. Kenapa terdengar membosankan ya? batinnya.
            Gadis itu baru saja melewati Daejoon Park. Dia tidak tahu bahwa bagian muka ranselnya belum tertutup rapat. Dompetnya pun sempurna terjatuh di jalan taman tanpa sepengetahuannya.
            Chemi terus menyeret langkahnya menuju halte bus yang sudah di depan mata. Yah… semoga hari ini hari yang menyenangkan, harapnya.

***

            Jadwal Kiseop setiap pagi adalah jogging. Begitu juga hari ini. Dia sengaja berkunjung ke Daejoon Park karena tempatnya yang nyaman untuk berolah raga ringan. Rupanya taman itu cukup ramai juga oleh orang-orang yang juga berolah raga sepertinya. Setelah merasa cukup, Kiseop beristirahat sebentar di bangku taman sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya.
            Seorang gadis berambut pendek merebut perhatiannya. Wajah gadis itu tampak murung, tapi tidak bisa menghapus kecantikan parasnya. Sungguh, wajah gadis itu enak sekali dipandang. Hei, Kiseop, apa yang kau lakukan?! Tumben sekali kau genit! tegur batinnya, lalu mencoba mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
            Tiba-tiba, sebuah benda berbentuk segi empat tersembul keluar dari tas gadis berambut pendek itu. Kiseop memperhatikan gadis itu yang akhirnya dia tahu bahwa si gadis tidak mengetahui tentang dompetnya yang jatuh.
            Baru saja Kiseop ingin berjalan dan mengambil dompet itu untuk dikembalikan pada pemiliknya, seorang lelaki mendahuluinya mengambil dompet itu, lalu segera pergi. Menyadari bahwa lelaki itu mempunyai niat buruk, Kiseop segera berlari mengejarnya.
            “Kembalikan dompet itu!” seru Kiseop garang setelah berhasil menghadang lelaki tadi.
            “Apa maksudmu?” si lelaki balik tanya dengan wajah yang sok innocent.
            “Jangan pura-pura! Kau baru saja memungut dompet yang jatuh di jalan. Bukannya kau kembalikan malah kau ambil! Itu sama saja mencuri. Berikan padaku! Akan kukembalikan pada pemiliknya.”
            “Pagi-pagi sudah mengacau saja!”
            Tiba-tiba, si lelaki menyerangnya. Untung saja Kiseop bisa mengelak. Dia malah mengunci tangan si lelaki yang tadi dimaksudkan untuk meninjunya. Kini, si lelaki meringis kesakitan dalam kuncian Kiseop. “Berikan dompet itu atau kau kulaporkan pada polisi!” ancamnya.
            Dengan tangan gemetar, lelaki itu menyerahkan dompet si gadis pada Kiseop. Dan saat Kiseop mengendurkan kunciannya, lelaki itu langsung kabur begitu saja dari hadapannya. “Pengecut!” ejeknya, lalu ditatap dompet yang kini sudah di tangannya.
            Semoga saja dia belum jauh, harap Kiseop dan mulai berlari kembali ke Daejoon Park untuk mencari gadis si pemilik dompet.

***

            Samsung-nya beteriak-teriak menyanyikan lagu debutnya bersama empat temannya yang berjudul No No No No No. Chemi mengambil Samsung itu dari saku jeans-nya dan segera menekan tombol answer. Siapa yang menelepon di saat seperti ini? tanya Chemi di dalam hati. Dia sudah berada di halte bus yang pagi ini sepi dari keramaian seperti hari sebelumnya.
            “Ada apa kau meneleponku, Hara?” tanyanya pada seseorang di seberang sana.
            “Kau sudah membawa bukuku kan?” temannya di seberang sana balik bertanya.
            “Ya. Sudah kubawa. Tenang saja,” jawab Chemi santai.
            “Tidak. Aku tidak bisa tenang. Kau kan pelupa, Chemi! Coba kau periksa lagi, apa kau benar sudah membawa bukuku.”
            “Hei, kau cerewet sekali ya! Baiklah, akan kulihat. Tunggu sebentar.” Chemi mengempit Samsumg-nya dengan telinga dan bahunya, sementara dia melepaskan ranselnya dan mulai mencari buku yang dimaksud. “Sudah kubawa. Benar-benar sudah kubawa, Hara! Kau tahu, sekarang aku… oh, ya Tuhan!” Chemi terkejut melihat bagian muka ranselnya yang terbuka. Aku dirampok!?
            “Ada apa, Chemi? Ada apa dengan bukuku?” tanya Hara.
            “Bukumu tidak apa-apa. Ranselku yang kenapa-kenapa.” Di dalamnya kosong. Tadi aku masukkan apa di sana? Sesuatu yang berhargakah?
            “Kenapa dengan ranselmu?”
            “Nanti akan kuceritakan. Tutup dulu!”
            Klik!
            Chemi termenung. Masih memikirkan benda apa yang mungkin dia masukkan ke bagian ranselnya yang terbuka. Duh, kenapa aku jadi pelupa lagi sih?! rutuknya kesal sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Handphone dan uang kutaruh di saku jeans. Yang kumasukkan ke dalam bagian ranselku yang terbuka itu adalah… adalah… apa?
            Mata Chemi tertuju pada seorang lelaki yang tampaknya sedang mencari-cari entah apa di depan gerbang masuk Daejoon Park yang letaknya tidak terlalu jauh dari halte bus itu. Lelaki itu tampak pucat dan gelisah. Kenapa dia? tanya Chemi dalam hati. Hei, dompet di tangannya bagus! Jangan-jangan akan diberikan pada seseorang yang sedang dicari-carinya itu. Tapi… sepertinya aku pernah lihat dompet itu. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu.
            Itu dompetku!

***

            Kemana gadis tadi? tanya Kiseop sambil mencari-cari gadis pemilik dompet. Oya, kalau tidak salah, dia kan berjalan ke arah halte bus ya? Coba kucari disana!
            Baru saja dia akan berlari menuju halte, yang dicari tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Ditahan tubuhnya agar tidak menubruk si gadis yang lebih pendek darinya.
            “Itu dompetku kan?” tanya si gadis memastikan. “Dan kau mengambilnya dari ranselku?”
            “Ya, ini memang dompetmu. Tapi, aku tidak mengambilnya. Sungguh!” kata Kiseop sambil mengembalikan dompet itu. “Tadi aku melihat dompetmu jatuh saat kau melewati taman ini. Jangan berburuk sangka padaku!”
            Si gadis menatap Kiseop tajam. Diterima dompetnya itu dan langsung dimasukkan ke ransel yang kali ini tidak lupa ditutup. “Aku harap aku bisa mempercayaimu.”
            “Hei, apa aku punya tampang sebagai pencuri dompet?!”
            “Ya. Ada sedikit, kurasa.” Si gadis melirik Gucci-nya. “Ya Tuhan, kalau tidak cepat aku akan terlambat!” serunya, lantas berlari begitu saja menuju halte, yang kebetulan sudah terparkir bus yang akan mengangkut orang-orang.
            “Hei, kau tidak mengatakan terima kasih padaku?!” teriak Kiseop saat si gadis berlari. Tak ada jawaban dari gadis itu karena dia sudah menaiki bus yang ditumpanginya. Sial! batinnya kesal. Baru kali ini ada gadis yang memperlakukannya seperti itu. Apa hari ini aku tidak tampan? Menyebalkan!

***

            “Iya, Oppa. Tahulah!” kata Chemi pada Jungwoon, manager-nya, melalui Samsung-nya. Baru saja dia keluar kampus dan langsung diingatkan jadwal latihan dance nanti sore oleh manager-nya itu. “Aku akan datang tepat waktu,” janjinya sambil melirik Gucci kesayangannya. Masih tersisa dua jam lagi. “Oppa, tenang saja! aku… heiii!!!”
            Seseorang dengan cekatan menjambret ransel yang sedang ditentengnya. Si penjambret berlari cepat. Dan Chemi menyusul si penjambret sambil meneriakinya untuk berhenti. “Kembalikan ranselku! Kumohon!” teriaknya sambil terus berlari.
            Tapi, si penjambret memang tidak berniat mengembalikannya. Dia malah semakin mengencangkan larinya, membuat Chemi kelelahan mengejarnya. Saat dia sudah putus asa mengejar penjambret itu, seseorang dari arah belakangnya berlari kencang. Kelihatannya ingin mengejar penjambret itu juga.
            “Siapa saja namamu…! Tolong aku…!” teriak Chemi pada orang itu. Chemi memutuskan berhenti berlari. Tanpa disadarinya, air matanya mengalir perlahan. Kenapa aku bisa lengah?! Chemi, kau bodoh! Bodoh! makinya pada diri sendiri.
            Tiba-tiba, dia merasa sesuatu yang janggal dan itu membuatnya tambah cemas. Apa lelaki itu benar ingin membantuku mengambilkan ranselku? Jangan-jangan dia hanya orang yang kebetulan sedang tergesa-gesa dan arahnya sama dengan si penjambret itu! Atau mungkin dia malah teman si penjambret? Ya Tuhan, Chemi… bisakah kau berpikir jernih sedikit?

***

            Sial! Sial! Sial! Hari ini benar-benar sial! Dua kali sudah aku harus berlari-lari mengejar penjahat. Kemana polisi di saat genting seperti ini?! Entahlah siapa lagi gadis yang kutolong kali ini. Kasihan sekali dia, kelelahan mengejar penjambret itu sendirian!
            Kiseop terus menambah kecepatan larinya. Tanpa disadarinya, si penjambret membawanya ke sebuah lahan kosong. Kiseop menghentikan larinya begitu si penjambret sudah menatapnya dengan wajah sombong. “Apa yang kau cari, anak muda?” tanya si penjambret, galak.
            “Tentu saja ransel itu! Cepat berikan padaku!” jawab Kiseop tak kalah galaknya.
            “Jangan ikut campur!”
            Si penjambret mulai menyerang Kiseop. Sebuah tonjokan mendarat di pipinya karena kurang cekatan mengelak. Emosi Kiseop meluap. Dibalas tonjokan itu pada si penjambret. Keduanya terlibat perkelahian seru selama beberapa saat sampai akhirnya Kiseop berhasil membuat si penjambret tersungkur tidak berdaya.
            “Kuperingatkan kau untuk tidak menjahati orang lain lagi!” serunya dengan napas terengah-engah karena lelah. Diambil ransel itu dan melangkah keluar dari tempat itu.
            Si penjambret rupanya tidak terima dikalahkan Kiseop. Dengan langkah tertatih, si penjambret berlari menghampiri Kiseop dan menghujamkan pisau lipat ke punggungnya.
            Kiseop berteriak kesakitan. Dia sama sekali tidak menduga akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu. Lelaki itu langsung ambruk, sementara si penjambret meninggalkannya setelah mencabut pisaunya terlebih dahulu.

***

            Hei, jalanan ini terasa aneh sekali! batin Chemi sambil menyusuri jalan yang tadi dilalui si penjambret. Setelah terdiam beberapa saat karena syok atas apa yang baru terjadi padanya, Chemi memutuskan untuk mengejar kembali penjambret itu. Dari awal dia menyusuri jalan, dia tidak menemukan satu pun cabang jalan. Suasana di sekitarnya pun sepi. Tidak ada rumah penduduk, warung, atau tanda-tanda kehidupan lainnya. Aku akan kemana ini? tanyanya mulai resah.
            Sampai akhirnya dia sampai ke sebuah lahan kosong. Matanya terbelalak melihat sesosok lelaki pingsan di sana dengan punggung berlumuran darah. Dengan tubuh gemetar, dia mengecek denyut nadi lelaki itu. Masih hidup! Buru-buru dia menelepon rumah sakit untuk segera mengirimkan ambulans.
            Seharusnya aku melihat pelakunya saat aku kemari. Tapi, tidak ada orang lain yang berjalan berlawanan arah denganku. Chemi memperhatikan tempat itu dengan serius. Ada sebuah jalan kecil di sebelah kanan tempat itu. Mungkin dia kabur lewat sana.
            Chemi berjongkok di samping lelaki itu dan menyibak rambut yang menutupi wajahnya. Hei, dia bukannya orang yang mengembalikan dompetku tadi pagi!? batinnya terkejut setelah mengenali lelaki itu. Jangan-jangan dia juga membantu mengambil ranselku! Matanya kembali mengedari sekelilingnya. Benar saja! Ranselnya dipegang lelaki itu dalam dekapannya.
            Hati Chemi merasa trenyuh. Tanpa sadar, lagi-lagi air matanya mengalir begitu saja di pipinya. Digenggam tangan lelaki itu yang mulai mendingin. “Kuharap, bertahanlah! Bertahanlah! Aku ingin berterima kasih padamu…” kata Chemi sambil terisak.

***

            Kiseop silau dengan cahaya putih yang dilihatnya. Ada dimana aku sekarang? tanyanya. Setelah bisa membiasakan matanya dengan cahaya putih, yang diketahuinya berasal dari lampu, dia memperhatikan ruangan itu dengan kening berkerut. Apa aku ada di rumah sakit?
            Dia terkejut begitu menyadari adanya sosok gadis yang tertidur menelungkupkan wajahnya di dekat lengannya. Apa dia yang menolongku? Siapa dia? Tiba-tiba Kiseop meringis kesakitan. Punggungnya terasa perih. Dia mencoba untuk menyandarkan tubuhnya.
            Si gadis menggeliat dalam tidurnya karena merasakan getaran ranjang yang dibuat Kiseop. Gadis itu menguap sebentar, lalu menatap Kiseop dengan mata sayu. “Akhirnya, kau sudah sadar juga!” serunya dengan suara bersahabat.
            Kiseop kembali terkejut begitu menyadari siapa gadis itu. Dia kan gadis yang kutolong tadi pagi! “Jadi, ransel itu punyamu?” tanya Kiseop dengan nada tidak percaya. Si gadis mengangguk pelan. Kiseop menghela napas berat. “Kasihan sekali nasibmu! Dua kali berturut-turut dapat bencana dalam sehari,” katanya bermaksud bercanda.
            “Ya, hari ini aku memang sangat kasihan,” jawab si gadis dengan nada sedih. “Kau juga kasihan. Karena telah dua kali membantuku. Dan yang ini kau malah terluka. Maafkan aku…”
            “Tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku baik-baik saja,” kata Kiseop sambil tersenyum menenangkan. “Jadi, sudah berapa lama aku di sini?”
            “Berjam-jam, kurasa. Sekarang saja sudah jam sepuluh malam.”
            “Lalu, kenapa kau masih berada di sini? Jam besuk kan sudah lewat.”
            “Tenang saja! Aku mengaku sebagai adikmu pada suster yang jaga. Jadi, aku bisa bebas menemanimu sampai kau sadar.”
            Hati Kiseop trenyuh dengan kata-kata gadis itu. Tidak disangka bahwa gadis itu bisa baik padanya. “Terima kasih…” katanya dengan suara pelan.
            “Tidak. Aku yang terima kasih…” balas si gadis. Keduanya diam sesaat sambil saling pandang satu sama lain. Sampai akhirnya, si gadis bangkit dari kursinya. “Hubungilah keluargamu untuk menggantikanku menjagamu. Sudah saatnya aku pulang. Manager-ku pasti sangat marah karena hari ini aku tidak datang latihan.”
            Dahi Kiseop mengerut. “Manager? Kau artis?” tanyanya.
            Si gadis mengangguk mantap. “Sebentar lagi. Debut grupku akan dimulai dalam waktu dekat. Yah… dua tiga bulan mungkin.” Si gadis mengambil ranselnya yang berada di atas meja. “Apa sebaiknya aku yang menelepon keluargamu?”
            “Tidak usah. Aku bisa sendiri,” tolak Kiseop cepat.
            “Baiklah. Jaga dirimu baik-baik.”
            “Ya, terima kasih. Hei, sebelum kau pergi, bisakah kita berkenalan sebentar?”
            Si gadis tertawa kecil. Dia kembali mendekati Kiseop, lalu menjulurkan tangannya. “Namaku Kim Young Won. Tapi, panggil aku Chemi karena akan kupakai nama itu saat aku debut nanti.”
            Kiseop tersenyum geli mendengarnya. “Nama yang lucu,” komentarnya, lalu menjabat tangan Chemi. “Namaku Lee Ki Seop. Panggil saja Kiseop.”
            “Rasa-rasanya aku pernah mendengar nama itu.”
            “Kau berkhayal!” sahut Kiseop cepat. “Cepat pulanglah! Sudah larut. Nanti kau dijambret lagi!”
            “Kau menyumpahiku?!” seru Chemi.
            “Tidak. Hanya mengkhawatirkanmu. Dan sepertinya kau ini tipe orang yang ceroboh.”
            “Hei, kau baru pertama kali ini bertemu denganku hari ini! Jangan menilaiku secepat itu,” kata Chemi kesal. “Tenang saja, aku sudah meminta manager-ku untuk menjemputku.”
            Kiseop kembali tersenyum sambil diam-diam menghela napas lega. “Baguslah.”
            “Aku pergi dulu. Selamat tinggal!” pamitnya sambil membuka pintu ruangan itu.
            “Selamat jalan, Chemi! Semoga kita bisa bertemu lagi,” harap Kiseop.
            Chemi tersenyum mendengarnya. “Ya, dan semoga aku tidak sial lagi saat bertemumu nanti.”
***
-THE END-
04.03.2012

Note:
this is my first fanfiction. if u like it, please comment. if u want to re-post it, please have my permission first and take it with full credit. this is mine!!! enjoy reading!! ^__^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar